“Give me money, sir…”
Pengalaman ini terjadi di Manila, sekitar bulan Oktober 2015. Saat itu seperti biasa – pulang dari kantor saya menunggu taksi di daerah Fort Bonifactio Global City, Taguig. Hari itu Jumat – jam pulang kantor lebih ramai dari biasanya. Dengan harapan bisa dapat taksi lebih cepat, saya berjalan sekitar 100 meter dari kantor saya ke arah Fort Bonifacio square. Di situ terdapat halte bus dengan antrian yang cukup panjang. Saya berdiri tidak jauh dari antrian itu sambil menunggu taksi untuk kembali ke hotel.
Di antara sekian banyak orang yang lalu lalang pulang kantor, beberapa orang sedang jogging mengitari Fort Bonifactio square, sebagian lagi duduk-dukuk menikmati malam yang datang menjelang akhir pekan. Di tengah perasaan senang karena akhir pekan akhirnya datang juga, tiba-tiba seseorang lelaki paruh baya mendekati saya sambil tersenyum dan berkata “Give me money, sir. I am angry”.
Sambil menatap wajah orang itu pikiran saya berpindah ke status bingung – karena tidak percaya orang ini nodong sambil tersenyum. Gayanya cool – tanpa memperlihakan niat jelek. Sekali lagi dengan secuil senyum di bibirnya dia berkata “Sir, give me money. Only 20 Pesos, if you are not giving money, I will be angry”.
Di Manila seorang lelaki dewasa biasa dipanggil “Sir”. Sambil berkata “cool down man, wait a minute” saya merogoh kocek dan mengeluarkan selembar 100 PHP dan memberikan ke si pemuda. Dengan selembar 100 PHP pemberianku dia berkata “thank you sir” dan kemudian berbalik badan dan pergi. Saya tambah bingung, sejak kapan orang nodong terus berterima kasih setelah dikasih duit.
Setelah beberapa saat menikmati kebingunan, saya berhasil mendapatkan taksi. Sesudah menyebut nama hotel tujuan ke sopir taxi, saya duduk tenang di kursi belakang dengan pikiran yang masih puzzled. Sepanjang perjalanan balik ke hotel pikiran saya tetap bekerja mencerna kejadian yang baru saja terjadi. Bagaimana mungkin orang itu nodong sambil tersenyum. Sesudah menerima duit pemberian saya dia tidak lupa berterima kasih. Kejadian itu tampak seperti sebuah paradoks.
Setelah agak lama berpikir dan mereka-reka, akhirnya saya menemukan jawabannya. Sepertinya anak muda itu berkata begini “Sir, give me money, I am hungry”. Kata “hungry” dan “angry” bunyinya beda tipis di telinga saya.
Kalau benar orang itu minta duit buat makan – bukan nodong – saya merasa senang. Bagaimana pun saya sudah membantu dia. Lebih lagi, dia minta 20 saya beri 100. Ini bukan soal nilai uang, atau memperhitungkan pemberian buat orang lain, tapi soal kebahagiaan melihat orang lain senang. Masih teringat wajah sumringah si pemuda saat berkata “thank you sir” sambil berbalik badan dan pergi.
Beban kerja minggu itu terasa lepas – bukan hanya karena week end yang ditunggu akhirnya datang juga, tapi terasa spesial karena melihat orang lain bahagia. Ternyata kita bisa membuat orang lain bahagia dengan perbuatan sederhana.
vidilino.com